Filsafat Ilmu Ide dan Universalitas
Disusun
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Ilmu filsafat
Dosen Pengampu:
Drs. Omon Abdurakhman, M.Pd.i
Disusun oleh :
KELOMPOK 4
-
Wida
Damayanti
-
Widi Arianti
-
Widiya Septriyani
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS DJUANDA
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Gagasan atau
ide adalah istilah yang dipakai baik secara populer maupun dalam bidang
filsafat dengan pengertian umum "citra mental" atau
"pengertian". Terutama Plato adalah eksponen pemikiran seperti ini.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ide/gagasan adalah rancangan yang
tersusun di pikiran. Sedangkan idealisme adalah sebuah istilah yang digunakan
pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18. Ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato,
seraya memperlawankan dengan materialisme Epikuros. Istilah Idealisme adalah
aliran filsafat yang memandang mental dan ideasional sebagai kunci ke hakikat
realitas. Dari abad 17 sampai permulaan abad 20 istilah ini banyak dipakai
dalam pengklarifikasian filsafat.
Secara gampang,
Universal artinya umum. Sebagai contoh, konsep kemanusiaan adalah konsep yang
dipercaya berlaku universal, sebab konsep ini dipercaya dimiliki oleh setiap
manusia tanpa membedakan apakah manusia tersebut berkulit hitam, berkulit putih,
baragama Islam atau beragama Kristen, apakah ia orang Tionghoa atau orang
Amerika. Lawan kata dari universal bisa khusus, bisa pula diskriminatif, dan
sebagainya, tergantung pada konteks kalimat yang memuat kata universal.
Universalitas
menurut bahasa berasal dari bahasa inggris universal ,yang berarti: Semesta
dunia, Universally ,yaitu: Disukai di seluruh dunia atau Universe, berarti
Seluruh bidang. Dalam kamus Al-Munjid As-syamlah adalah: Sesuatu yang luas.
B.
Tujuan
Penulisan
Setelah mempelajari ilmu filsafat ide dan universalitas kita dapat
menambah pengetahuan dan wawasan mengenai filsafat itu sendiri dan pemahaman
yang lebih mendalam tentang ide cara mengembangkan ide dan berfikir secar
universalitas.
C.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan ide dan idealisme?
2.
Bagaimana
cara mengembangkan ide?
3.
Siapa
saja tokoh-tokoh filsafat yang menjelaskan idealisme ?
4.
Apa
yang dimaksud dengan universalitas?
5.
Bagaimana
konsepsi universalitas?
6.
Bagaimana
pola fikir universalitas?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ide dan Idealisme
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ide adalah rancangan
yang tersusun di pikiran. Artinya sama dengan gagasan atau cita-cita. Ide dalam
kajian Filsafat Yunani maupun Filsafat Islam menyangkut suatu gambaran imajinal
utuh yang melintas cepat. Misalnya ide tentang sendok, muncul dalam bentuk
sendok yang utuh di pikiran. Selama ide belum dituangkan menjadi suatu konsep
dengan tulisan maupun gambar yang nyata, maka ide masih berada di dalam
pikiran.
Ide yang sudah dinyatakan menjadi suatu perbuatan adalah karya
cipta. Untuk mengubah ide menjadi karya cipta dilakukan serangkaian proses
berpikir yang logis dan seringkali realisasinya memerlukan usaha yang terus
menerus sehingga antara ide awal yang muncul di pikiran dan karya cipta satu sama
lain saling bersesuaian sebagai kenyataan.
Ide merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses kehidupan
manusia. Ide yang cemerlang selalu dibutuhkan saat kita sedang mencari solusi
dalam memecahkan masalah. Apapun jenis kegiatan, pekerjaan, usaha manusia untuk
kelangsungan hidupnya tidak pernah terlepas dengan istilah Ide. Saat seseorang
dipecat dari pekerjaannya maka dia akan kehilangan penghasilan finansial
(nafkah), sehingga dia akan akan dipaksa untuk berfikir secara maksimal untuk
menemukan Ide baru agar ia mendapatkan pekerjaan pengganti -untuk mencukupi
kebutuhan hidup- atau menemukan usaha baru yang dapat menghasilkan uang.Memang
saat kehilangan pekerjaan akan membuat diri Anda tertekan, sangat cemas, kalut
dan bingung. Keadaan ini membuat Anda tidak tahu jalan keluarnya. Kondisi ini
memaksa Anda agar segera mulai membuat perubahan yang positif yaitu menemukan
IDE cemerlang. Tentu saja dengan menjaga dan memotivasi diri sendiri untuk
dapat mengatasi masalah finansial Anda. Sudah banyak kasus orang yang mencapai
sukses setelah ia dipecat dari pekerjaannya. Beberapa orang justru menjadi
pengusaha sukses manakala mereka kehilangan pekerjaan. Mengapa demikian? Karena
saat mereka jatuh mereka tidak lemah dan larut, tetapi sebaliknya mereka telah
mempunyai Ide baru, semangat baru dan kerja keras yang tak lekang oleh waktu
maupun keadaan .
Ide selalu diperlukan untuk meningkatkan kemajuan perusahaan. Tanpa
Ide baru maka perusahaan tersebut akan bangkrut karena tertinggal jauh dari
saingannya. Oleh karena itu dalam sebuah perusahaan selain di butuhkan
kerjasama Team yang hebat, pasti juga selalu berusaha mencari orang-orang
berbakat dan penuh Ide kreatif.
Ide yang sudah dinyatakan menjadi suatu perbuatan adalah karya
cipta. Untuk mengubah ide menjadi karya cipta dilakukan serangkaian proses
berpikir yang logis dan seringkali realisasinya memerlukan usaha yang terus
menerus sehingga antara ide awal yang muncul di pikiran dan karya cipta satu
sama lain saling bersesuaian sebagai kenyataan. Alam Pikiran Yunani menjangkau
pengertian Ide Ideal atau Ide Sempurna. Dari pemikiran tentang yang sempurna
itu lahirlah gagasan-gagaan tentang ketuhanan sebagai Ide Ideal Tertinggi yang
dapat dipikirkan dan dirasakan oleh manusia keberadaannya yaitu tentang
Pencipta Makhluk atau Tuhan.
Tokoh utama dari Alam Pikiran Yunani yang membahas tentang ide dan
pikiran sebagai kajian filsafat adalah Plato.
Sedangkan
Idealisme adalah sebuah istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia
filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18. Ia
menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya memperlawankan
dengan materialisme Epikuros. Istilah Idealisme adalah aliran filsafat yang
memandang yang mental dan ideasional sebagai kunci ke hakikat realitas. Dari
abad 17 sampai permulaan abad 20 istilah ini banyak dipakai dalam
pengklarifikasian filsafat.
Secara
epistemologi Idealisme berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam
jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan
merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan
gejala-gejala psikis, roh, budi, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan
materi.
Idealisme atau serba-cita
adalah sering disebut orang sebagai serba-cita subyektif (idealisme subyektif)
atau subyektivisme. Paham ini harus dibedakan dari serba-cita objektif atau
metafisik, yang merupakan teori metafisika. Teori tersebut beranggapan,
sekalipun alam obyektif itu nyata dan tidak bergantung pada budi yang
menanggapinya (persepsi) namun pada hakikatnya ia adalah psikis mental,
rohaniah atau spiritual.
B.
Cara
Mengembangkan Ide
Dalam
mengembangkan ide yang kita punya kita harus meningkatkan kreatifitas dalam
diri kita. Ada 4 tahapan dalam proses kreatif, para ahli sependapat bahwa
mengenai sifat umum dan hubungan di antara tahapan – tahapan ini, meskipun
mereka menyebutkan dengan sebutan yang berbeda – beda. Mereka juga sependapat
bahwa tahapan – tahapan ini tidak selalu menjadi dengan tata urutan yang sama
untuk tahap aktifitas kreatif.Berikut disajikan uraian tahapan – tahapan
tersebut:
1)
Latar
belakang atau akumulasi pengetahuan.
Kreasi yang berhasil biasanya didahului dengan penelitian dan
pengumpulan informasi yang meliputi membaca, percakapan dengan orang lain yang
bekerja dalam bidangnya, mengikuti pertemuan profesional dan lokakarya. Kadang
– kadang masih ditambahi denga penelitian atas bidang pengetahuan baik yang berhubungan ataupun
yang tidak berhubungan dengan informasi yang di perlukan. Eksplorasi ini
memberikan perspektif pada persoalan yang di cari pemecahnnya, dan mempunyai
arti tertentu bagi wirausahawan yang memerlukan pemahaman dasar atas semua
aspek pengembangan suatu produk baru.
Beberapa cara untuk mengembangkan daya pikir kreatif adalah sebagai
berikut:
Ø Membaca informasi tentang berbagai hal.
Ø Menjadi anggota perhimpunan profesional.
Ø Mengikuti rapat dan seminar profesional.
Ø Membicarakan subjek yang diminati dengan setiap orang.
Ø Mengamati majalah, syrat kabar, jurnal untuk mencari artikel yang
berhubungan dengan subjek yang di minati.
Ø Mencatat setiap informasi yang berguna.
Ø Menaruh perhatian pada setiap sesuatu.
2)
Proses
inkubasi.
Alam bawah sadar orang kreatif memungkinkan mereka untuk dapat
merinci dengan seksama informasi yang mereka dapatkan selama tahap persiapan.
Proses inkubasi ini sering terjadi pada saat mereka terlibat dalam aktifitas
yang tidak sepenuhnya berhubungan dengan subjek atau pokok permasalahan.
Menjauhkan diri dari suatu permasalahan dan membiarkan pikiran bawah sadar
menyelesaikannya memberikan kesempatan kepada kreatifitas untuk berkembang
langkah – langkah yang penting dalam hal ini meliputi:
Ø Melakukan aktifitas yang tidak memerlukan energi pikir, misalnya
membersihkan halaman rumah, memotong rumput atau mengecat rumah.
Ø Melakukan latihan secara
rutin.
Ø Bermain, misalnya olahraga, mengerjakan teka teki dan sebagainya.
3)
Pengalaman
ide.
Tahap proses kreatif ini seringkali di anggap sebagai tahap paling
menyenangkan, karena merupakan saat ditemukannya solusi atau ide yang di cari
oleh seseorang. Seperti halnya pada tahap inkubasi, ide baru dan inovatif
sering kali muncul pada saat seseorang sedang sibuk dengan sesuatu yang tidak
berhubungan dengan masalah perusahaan, pekerjaan, dan pengawasan, misalnya
sedang mandi, mengendarai mobil di jalan raya, atau sedang membuka buka halaman
surat kabar. Kadang – kadang ide muncul secara tiba tiba atau tak terduga.
Orang sering kali tidak menyadari saat pergeseran tahap 2 ke tahap 3 karena
batas antara kedua tahap tersebut tidak mudah diidentifikasi. Ada beberapa cara
dapat dilakukan untuk mempercepat terjadinya pengalaman ide:
Ø Memikirkan impian tentang suatu rencana.
Ø Mengembangkan hobi.
Ø Bekerja di lingkungan yang nyaman, misalnya mengerjakan suatu
pekerjaan di taman.
Ø Mencatat setiap ide yang muncul.
Ø Mengatur waktu istirahat
ketika melakukan pekerjaan.
Ø Evaluasi dan implementasi
4)
Tahap
keempat ini merupakan langkah yang paling sukar dibandingkan dengan ketiga
tahap sebelumnya karena langkah – langkah dalam tahap ini memerlukan upaya
kreatif dan semangat yang tinggi, disiplin diri dan ketabahan. Wirausahawan
yang sukses dapat dikenali melalui ide idenya yang nyata dan kecakapan yang
dapat diimplementasikan lebih dari itu mereka tidak menyerah ketika menghadapi
kendala yang bersifat sementara. Mereka sering menemui kegagalan sebelum
berhasil mengembangkan ide terbesar mereka. Dalam kondisi apapun wirausahawan
akan menerapkan ide yang berbeda atau mencari ide yang baru lebih aplikatif
sementara memperjuangkan implementasi ide murni dalam pikirannya. Bagian
penting lainnya dalam tahap ini adalah mengerjakan kembali ide – ide untuk
mencapai bentuk akhir. Karena sering kali suatu ide yang muncul dari tahap 3
dalam bentuk kasar perlu di modifikasi atau di uji agar tercapai bentuk akhir.
Berikut diberikan saran yang dapat di gunakan untuk melaksanakan tahap ini:
Ø Meningkatkan energi dengan latihan sesuai dengan melakukan diet dan
istirahat yang memadai.
Ø Mempelajari proses perencanaan bisnis dan semua aspeknya.
Ø Berbagi ide dengan orang yang berpengatahuan.
Ø Memperhatikan intuisi dan perasaan.
Ø Mempelajari proses penjualan.
Ø Mempelajari proses penjualan.
Ø Mempelajari kebijaksanaan dan praktek organisasi
Ø Mencari saran dam masukan yang positif dari pihak lain.
Ø Menganggap persoalan yang di hadapi dalam mengimplementasikan sikap
ide sebagai tantangan.
C.
Tokoh-Tokoh
Filsafat yang Menjelaskan Idealisme
1.
J.G.
FICHTE
JOHAN
GOTTLIEB FICHTE(1762-1814) kerap kali menunjukan filsafatnya sebagai
“Wissenschaftslehre”. Yang dimaksudkannya dengan nama ini ialah suatu refleksi
tentang pengtahuan. Fichte sepekat
dengan Kant bahwa semua ilmu membahas salah satu obyek tertentu, sedangkan
filsafat bertugas memandang pengetahuan sendiri. Oleh karenanya filsafat
merukan ilmu yang mendasari ilmu-ilmu lain dan akibatnya dinamai sebagai
“Wissenschaftslehre” yang sebetulnya berarti “ajaran tentang ilmu
pengetahuan”.[8]
Menurut
pendapat Fichte, filsafat harus berpakal bukan dari suatu substansi melainkan
dari suatu perbuatan (Tathandlung), yaitu Aku Absolut mengiakan dirinya sendiri
dan denga itu megadakan dirinya sendiri. Dengan lain perkataan, realitas
seluruhnya harus dianggap menciptakan diriny sendiri (“self- creating”). Dengan
cara inilah Fichte bermaksud juga memperdamaikan pertentangan antara rasio
teoritis rasio praktis yang terdapat dalam fisafat Kant. Rasio teoritis tidak dapat
ditempatkan pada awal mula, tetapi didahului dan dirangkum oleh suatu
perbuatan. Oleh karena itu memang pada tempatnyalah jika filsafat Fichte
disebut idealisme praktis.
Menurut Fichte dualitas yang terdiri dari
aku terhingga dan non- aku diperdamaikan lagi dalam praksis moral. Dan
sebetulnya dualitas itu sama sekali perlu supaya praksis moral dapat
dijalankan. Aku Absolut mengadakan non- aku untuk menciptakan bahan bagi
aktivitas moral. Moralitas termasuk inti sari pemikiran Fichte. [9]
Berkenaan denga
Fichte tentu tidak boleh dilupakan “Atheismusstreit” (pertikaian tentang
ateisme) yang timbul dalam kalangan- kalangan intelektual di Jerman pada akhir
abad 18. Alasannya ialah anggapan Fichte yang radikal tentang Allah. Fichte
mengemukakan suatu pengertian etis tentang Allah. Menurut dia agama sama dengan
pengakuan adanya. Cara Fichte menguraikan pendapatnya member kesan seakan-akan
ia tidak menerima Allah bersifat personal. Akhirnya pada tahun 1779 ia harus
meletakkan jabatannya sebagai professor di kota Jena.
2.
F.W.J. SCHELLING
FRIEDERICH WILHELM JOSEPH SCHELLING
(1775-1854) sudah mencapai kematangan sebagai fisuf pada waktu
ia masih berumur sangat muda. Pada tahun 1798, usianya baru 23 tahun, ia
menjadi professor di universitas di Jena. Sampai akhir hidup pemikira Schelling
selalu berkembang, biarpun dalam perkembangan pasti ada juga kontinuitas. Para
sejarawan filsafat membedakan beberapa periode dan perkembangan pemikiran
Schelling. Dalam periode terakhir Schelling terutama mencurahkan perhatian
filosofisnya pada agama dan mistik. Disini kita membatasi diri pada periode
yang biasa disebut “filsafat identitas”, karena taraf pemikiran inilah dapat
dianggap sebagai gelang rantai yang menghubungkan filsafat Fichte dengan
filsafat Hegel.[10]
Sudah kita lihat bahwa pada Fichte
alam (non-aku) adalah buah hasil Roh (Aku Absolut). Menurut Schelling, Roh
tidak mempunyai prioritas terhadap Roh. Dua- duanya berasal dari sumber sama
sekali netral, yang oleh Schelling dinamai sebagai Identitas Absolut atau
Indiferensi Absolut. Jadi, sumber ini tidak boleh dianggap subyektif atau
obyektif, material, atau spiritual, sebab semua perlawanan atau oposisi
terdapat disini dalam bentuk kesatua yang masih belum terpisah. Dari Identitas
Absolut inikeluarlah alam serta roh dan dengan itu realitas seluruhnya. Oleh
karenanya pada Schelling alam tidak ditempatkan dibawah roh, tetapi alam dan
roh seakan-akan membentuk dua kutub yang derajatnya sama. Roh selalu hadir
dalam alam dan alam selalu hadir dalam roh. Dalam menyusun filsafat identitas
ini Schelling sangat dipengaruhi oleh pemikiran Spinoza, sehingga juga gaya
gaya bahasa yang dipakai dalam periode ini mirip dengan cara Spinoza menulis.
[11]
3.
G.W.F.
HEGEL
Idealisme Jerman memuncak pada GEORG
WILHELM FRIEDRICH HEGEL (1770-1831).
Walaupun usianya lebih tua dari Schelling, namun Hegel menyusun karya-karyanya
yang terpenting setelah Schelling sudah menjadi filsuf yang tersohor. Mula-mula
ia dianggap sebagai murid Schelling,
tetapi lama-kelamaan ia mencapai pendirian yang dengan jelas bersimpang jalan
dengan filsafat Schelling. Sejak ia mengajar di universitas Berlin (tahun
1818), ia mengalami kepopuleran Schelling.
4.
A. Schopenhauer
Seorang
filsuf Jerman lain mempunyai hubungn erat dengan idealisme Jerman, biarpun ia
sendiri tidak mau digolongkan digolongkan didalamnya. Namanya adalah ARTHUR
SCHOPENHAUER. Ia menganggap diri sebagai murid Kant, tetapi ia mengemukakan
juga kritik yang sudah terdapat pada para idealis, terutama dengan menolak adanya
“das Ding-ansich”. Oleh karenanya ia berpendapat juga b ahwa realitas
seluruhnya bersifat subyektif. Tetapi ia tidak menyetujui bahwa idealisme
menyetarafkan realitas seluruhnya denga roh atau rasio. Schopenhauer
berpendapat bahwa realitas menurut hakikatnya yang terdalam adalah kehendak.
Dalam diri manusia “kehendak metafisis”itu menjadi taraf kesadaran. Tetapi pada
manusia menjadi nyata juga bahwa kehendak itu tidak pernah dapat dipuaskan.
Bertentangan dengan Fichte, Schelling,dan Hegel, Schopenhauermempunyai
pandangan dunia yang betul-betu pesimististis.[14]
5.
Plato
Dalam
perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran Plato (348-428 SM) dengan teori
idenya. Menurutnya, tiap- tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep
universaldari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruagan ini hanyalah
berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi idelah yang menjadi hakikat
sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
D.
Pengertian
Universalitas
Universalitas menurut bahasa berasal dari bahasa inggris universal
,yang berarti: Semesta dunia, Universally ,yaitu: Disukai di seluruh dunia atau
Universe, berarti Seluruh bidang. Dalam kamus Al-Munjid As-syamlah adalah:
Sesuatu yang luas.
Secara
gampang, Universal artinya umum. Sebagai contoh, konsep kemanusiaan adalah konsep
yang dipercaya berlaku universal, sebab konsep ini dipercaya dimiliki oleh
setiap manusia tanpa membedakan apakah manusia tersebut berkulit hitam,
berkulit putih, baragama Islam atau beragama Kristen, apakah ia orang Tionghoa
atau orang Amerika. Lawan kata dari universal bisa khusus, bisa pula
diskriminatif, dan sebagainya, tergantung pada konteks kalimat yang memuat kata
universal.
Pengertian
'universal' dalam konsep matematika bisa lebih akurat untuk dijelaskan,
walaupun lebih memerlukan ketekunan setiap orang untuk bisa memahaminya. Bahkan
sebuah konsep matematika per se (itu sendiri) adalah sebuah konsep yang
universal.
Salah
satu cara yang termudah memahami sifat universal dari suatu konsep matematika
adalah dengan melalui contoh konsep matematika yang biasanya dianggap sebagai
konsep matematika yang termudah, yaitu konsep dari suatu bilangan, khususnya
konsep suatu bilangan bulat yang positif, yaitu konsep bilangan asli.
Walaupun
para matematikawan di seluruh dunia mendefinisikan hanya satu konsep himpunan
semua bilangan-bilangan asli 1, 2, 3, ..., dan seterusnya, tetapi ajaibnya
setiap manusia normal dengan pikiran yang berbeda pun ternyata bisa bersepakat
(secara universal) dengan hanya satu konsep bilangan-bilangan asli tersebut.
Fakta inilah yang menjadi dasar argumentasi bahwa konsep matematika adalah
konsep yang bersifat universal.
Perhatikan,
di dalam konsep himpunan bilangan asli, terkandung konsep urutan. Bersama-sama
konsep urutan, terdefinisi pula konsep lebih besar dan lebih kecil. Sebagai
akibatnya, di dalam himpunan semua bilangan asli, bilangan 1 didefinisikan
sebagai bilangan yang terkecil sebab dalam konsep urutan tersebut, bilangan 1
berada pada posisi yang pertama.
Seringkali
yang membedakan pemakai suatu konsep matematika dengan pemakai yang lain
hanyalah pada simbol dan notasi matematika yang digunakannya.
Misalnya
orang Romawi secara tertulis menggunakan simbol II untuk menyatakan bilangan
yang biasa kita tulis dengan lambang 2
Secara
lisan, orang Jawa mengucapkan loro untuk melambangkan bilangan yang biasa
(dengan bahasa Indonesia) kita ucapkan dua.
E.
Konsepsi
Universalitas
Secara
epistemologis, sejak filsafat Yunani sudah diterima bahwa ide umum atau
universalitas sebagai kebenaran filosofis. Universalitas merupakan zona otonom
yang terpisah dari dunia fisik material, senantiasa bergerak dan
bertransformasi, fakta yang diterima oleh pancaindera. Dalam paradigma ini, ide
universal bersifat absolut dan niscaya serta dihadapkan secara diametral dengan
semua ada yang partikular, tunggal, dan temporer yang tunduk pada hukum gerak
dan perubahan, sehingga bersifat dinamis.
Para pemikir
Inggris yang berorientasi empirisme menentang eksistensi konsep umum atau
universalitas. John Locke menegaskan bahwa konsep universalitas bukan merupakan
bagian dari eksistensi riil suatu materi, melainkan sekedar temuan dan rekayasa
pengetahuan, dikerjakan oleh nalar untuk kepentingan sendiri dan berfungsi
sebagai simbol semata. Dengan demikian maka, bila kita memisahkan hal-hal yang
partikular, maka hal-hal universal yang tersisa merupakan rekayasa semata.
Salah
satu pemikir yang melakukan penolakan radikal yaitu Hume. Menurutnya, semua ide
umum adalah partikular. Ide-ide abstrak dalam eksistensinya adalah individual,
meskipun bisa bertransformasi menjadi konsep umum dalam penyampaiannya.
Proyeksi tertentu yang berada dalam pikiran hanya merupakan obyek partikular.
Dalam
pemahaman kaum empiris Inggris, yang disebut ide universal dan universalitas
hanya sebagai produk rekayasa nalar yang kemudian ditransformasikan menjadi
kepercayaan umum semata. Perubahan tersebut lahir dari adat kebiasaan
masyarakat tertentu yang selalu dikorelasikan seluruh peristiwa selaras hukum
kausalitas (sebab-akibat) meskipun tanpa landasan yang ilmiah. Implikasi dari
penegasian universalitas adalah penyingkiran semua anasir yang bersifat abstrak
dan immaterial. Dalam konstruksi pengetahuan, aspek filosofis hendaknya
dibersihkan dari kepercayaan dan konsep umum yang tidak mempunyai dasar ilmiah,
sehingga pemikiran filosofis lebih benar dan akurat. Bagi kaum idealis Jerman,
menegasikan ide umum atau universalitas bermakna menyangkal kemampuan nalar
untuk menemukan dan mencapai kebenaran. Penolakan kaum empiris Inggris atas
konsep universal dan universalitas bisa dipahami sebagai berikut: nalar tidak
diangap sebagai kemampuan unik untuk memungkinkan manusia menundukkan, menata
dan mengelola segala sesuatu di bawah otoritas rasionalnya, melainkan hanya
kemampuan biasa sebagaimana halnya pancaindra.
Dogma
empirisme Inggris dalam kacamata idealis Jerman merupakan ancaman bagi seluruh
konstruksi filsafat. Dengan menghubungkan keberadaan konsep universal pada
kekuatan adat istiadat dan beragam prinsip mekanisme psikologis untuk
menerjemahkan realitas, pemikiran empiris dan semacamnya menegasikan kebenaran
dan menafikkan kemampuan nalar. Manusia dan segenap kemampuannya ditundukkan
pada otoritas hukum perubahan, sehingga berada di bawah ketidakpastian dan
skeptisisme. Dari perubahan yang abadi mustahil lahir keniscayaan dan
universalitas.
Dalam
kacamata idealis Jerman, filsafat berlandas pada kemampuan unik dan ekselensi
nalar. Dengan nalar, individu sanggup memilah realita empiris sekaligus
menemukan prinsip universal, kausalitas, esensi substansi dari semua yang
tampak dan terus berubah. Ketika disebut “manusia”, kata “manusia” mengacu pada
konsep umum, realitas universal yang mensintesa semua subyek yang berada di
bawah anasir dan kategori manusia, dan bukan pertama-tama pada Locke, Hume,
atau Hegel. Jadi, universalitas merupakan realitas yang memungkinkan kita
berbicara dan menunjuk sesuatu dalam kesamaan dan perbedaan.
Dari
2 (dua) aliran besar pemikiran yang menelaah konsep universalitas ini, Marcuse
hendak memilah dan menginteretasi pemikiran Hegel mengenai absolutisme negara
dan memposisikannya dalam konteks historis yang tepat. Dari pemikiran Hegel
mengenai absolutisme negara tersebut, Marcuse menunjukkan bahwa konsep negara
absolut merupakan problem solving yang bersifat temporer dalam tujuan untuk
mewujudkan kestabilan dan keteraturan negara. Hegel bermaksud untuk mencegah
kekacauan, represifitas, benturan kepentingan dengan tujuan untuk mencapai
perdamaian, keadilan, solidaritas dan kesejahteraan negara Jerman pada masa
itu.
Absolutisme
negara dapat dimaklumi sepanjang ia berfungsi untuk mewujudkan keteraturan dan
kedamaian berlandaskan hukum yang adil. Negara absolut menurut Hegel berfungsi
untuk melayani individu, bukan sebaliknya. Eksistensi manusia merupakan dasar
dan tujuan dari negara.
Praksis,
apa yang dilakukan oleh Adolf Hitler dan para petinggi Nazi lainnya yang
memanipulasi kemanusiaan dan menempatkannya dalam yurisdiksi absolutisme negara
merupakan penegasian terhadap konsep negara absolut Hegel. Afirmasi terhadap
partai Nazi dan seluruh tindakannya sebagai manifestasi dari konsepsi negara
absolut Hegelian oleh sekelompok pemikir Hegelian Kanan merupakan indikasi
kekeliruan interpretasi terhadap pemikiran dan muatan rasional
kritis-revolusioner filsafat Hegel.
F.
Pola
Pikir Universalitas
Pola
pikir universal adalah pola pikir yang memandang segala sesuatunya dari
berbagai sudut pandang dan menghilangkan perbedaan-perbedaan kecil dalam
menghadapi sebuah permasalahan. Satu hal yang perlu diingat, Globalisasi
mempunyai dampak “hilang”nya batas-batas Negara, (dekadensi) kultur dan (degradasi)
kebudayaan. Semua akan mengerucut pada kemanunggalan umat manusia yang memiliki
tempat tinggal yang sama: Bumi. Untuk itulah diperlukan penyamaan pola pikir
sebelum menghadapi segala permasalahan, baik yang lokal maupun global. Karena
tujuan akhir dari pola pikir universal adalah hidup berdampingan dalam
kebersamaan dalam perdamaian.
Ada
syarat-syarat untuk mempunyai pola pikir universal ini, diantaranya adalah:
1.
Berpikir
di luar kotak (think outside the box)
Dalam
menghadapi setiap permasalahan, setiap manusia selalu cenderung mengedepankan
ego yang dimilikinya. Pemikiran egois inilah sebenarnya yang membuat perbedaan
satu dengan yang lainnya. Ego dalam arti luas bisa dalam koridor politik,
hukum, kultur dan budaya, yang bisa menimbulkan friksi-friksi dalam
menyelesaikan perbedaan pandangan atau pendapat. Untuk itulah diperlukan
pemikiran yang mempunyai wawasan yang luas dan dalam (universal) dan melihat
sebuah permasalahan secara menyeluruh. Ibaratnya dalam menghadapi permasalahan
tidak selalu berada dan larut di dalamnya. Ada kalanya perlu berada di luar
ruang lingkup permasalahan dan melihat semua yang berhubungan dengan
permasalahan itu dari luar.
2.
Jangan
mengalah atau Mengalahkan
Pemikiran
egois di atas bila dibiarkan maka akan mensikapi sebuah perbedaan sebagai
sebuah pertandingan atau perlombaan yang harus dimenangkan. Bila ini dibiarkan,
maka tujuan kebersamaan menuju perdamaian tidak akan pernah tercapai. Mengalah,
sebagai bagian dari tradisi Timur juga akan mengakibatkan bencana di kemudian
hari. Ini disebabkan karena dengan mengalah, manusia tetap menyimpan
benih-benih perbedaan, yang bila ditumpuk akan menjadi sebuah bom waktu yang
setiap saat akan meledak. Bukan saja menimbulkan friksi, tetapi juga akan
mengakibatkan peperangan. Jalan keluarnya adalah saling introspeksi ke dalam
mengenai keinginan dan kenyataan serta memadukannya dalam perbedaan-perbedaan
yang ada, dalam koridor kebersamaan.
3.
Berdiskusi
bukan berdebat Hal yang paling krusial dalam menyatukan pendapat adalah
memberikan argumen-argumen, membuka perbedaan-perbedaan yang ada dan mempunyai
target yang harus dicapai. Masa-masa ini adalah yang paling sensitif sebelum
memberikan keputusan akhir, karena pada masa ini setiap insan ataupun negara
mempunyai agenda yang harus diperjuangkan. Harga diri dan martabat sebagai
tolok ukur seorang individu atau sebuah negara kadang menghambat penyelesaian
masalah. Di masa-masa lalu, harga diri dan martabat menjadi sebuah alasan untuk
menolak atau memaksakan kehendak. Tidak heran Perserikatan Bangsa-bangsa selalu
kewalahan dalam menghadapi permasalahan-permasalahan, baik lokal, regional
ataupun multilateral. Sering yang dipertontonkan adalah debat kusir ketimbang
diskusi. Diskusi merupakan sebuah cara untuk pencapai kata sepakat, menyatukan
pendapat dan menghasilkan sebuah keputusan yang bulat. Untuk mencapai ini, maka
dibutuhkan pola pikir-pola pikir diatas, keberanian mengemukakan pendapat dan
jiwa ksatria dalam menerima keputusan akhir Hanya ada satu hal yang bisa
ditanamkan dalam pola pikir universal ini adalah keterbukaan untuk mencapai
kebersamaan.
Pola
pikir terbuka (open mind) berguna bukan hanya dalam prospek menyatukan
pendapat, akan tetapi juga dalam menyerap segala informasi untuk disatukan
dalam wawasan pemikiran sebagai modal awal pola pikir universal.
Dalam
pemikiran filsafat pun dapat mencapai kebenaran universal, yaitu kebenaran yang
bersifat umum tidak dibatasi ruang dan waktu. Maksudnya ialah berlaku semua
ruang dan setiap waktu. Dengan demikian kebenaran yang dicapai filsafat berlaku
kapan dan dimana saja.Dalam sejarah kefilsafatan telah tampak jelas adanya
usaha sungguh-sungguh dari para filsuf untuk mencari pengertian umum. Sokrates
telah berusaha keras untuk membuka selubung peraturan dan hukum-hukum yang
semua dengan cara mengajak orang melacak sumber-sumber hukum sejati, hingga
dengan demikian dapat dicapai pengertian yang hakiki.Adapun cara yang dilakukan
Sokrates ialah dengan dialektika. Dengan cara bekerja yang demikian itu
Sokrates menemukan suatu cara bekerja yangdisebut induksi, yaitu : menyimpulkan
pengetahuan yang sifatnya umum dengan berpangkaldari banyak pengetahuan tentang
hal yang khusus. Umpamanya banyak orang yangmenganggap keahliannya (sebagai
tukang besi, tukang sepatu, dan lain lain) sebagaikeutamaannya. Seorang tukang
besi berpendapat, bahwa keutamaannya ialah jika iamembuat alat-alat dari besia
yang baik. Seorang tukang sepatu menganggap sebagaikeutamaannya, jika ia
membuat sepatu yang baik. Demikian seterusnya. Untuk mengetahuiapakah
“keutamaan” pada umumnya, semua sifat khusus keutamaan-keutamaan yang
bermacam-macam itu harus disingkirkan. Tinggallah keutamaan yang sifatnya
umum.Demikianlah dengan induksi itu sekaligus apa yang disebut definisi umum.
Definisi umumini pada waktu itu belum dikenal. Sokrates yang menemukannya, yang
ternyata penting sekaliartinya bagi ilmu pengetahuan.Bagi Sokrates definisi
umum bukan pertama-tama diperlukan bagi keperluan ilmu pengetahuan, melainkan
bagi etika. Yang diperlukan adalah pengertian-pengertian etis,seperti umpamanya
: keadilan, kebenaran, persahabatan dan lain-lainnya.Dalam upaya mencari
pengertian universal telah dilakukan pula oleh Aristotelesdengan menggunakan
logika.
Logika
merupakan ajaran mengenai berpikir yang benar dan ilmiah. Logika membahas
tentang bentuk-bentuk pikiran yang meliputi penalaran, pengertiandan
pertimbangan mengenai kaidah yang menguasai pemikiran. Menurut Aristoteles,
tiap pengertian berpautan dengan benda tertentu, karena pengertian dapat
dihubungkan yang satu dengan yang lain menurut tertibnya dan dapatdisusun
menurut sifat-sifatnya yang umum. Umpamanya : secara kongkret ada
anjingku,anjingmu, anjingnya dan lain-lain, yang semuanya itu dapat digolongkan
kepada pengertian-pengertian “anjing” yang lebih umum, umpamanya : anjing
kampung. Di samping anjing kampung ada anjing herder, anjing kikik, dan
lain-lain, yang semuanya dapat digolongkan kepada pengertian yang lebih umum,
yaitu “anjing”. Anjing adalah binatang yang menyusui disamping
binatang-binatang menyusui lainnya, sehingga dapat digolongkan kepada
pengertian “binatang menyusui”. Binatang menyusui adalah binatang di samping
binatang- binatang yang lain, sehingga anjing dapat digolongkan kepada pengertian
yang lebih umum,yaitu “binatang”. Demikian seterusnya, dari binatang naik ke
makhluk hidup, kemakhluk hidup umumnya, dan seterusnya. Penggolongan menurut
sifatnya yang umum ini yang tidak dapat diturunkan dari yang lebih tinggi,
sampai kepada kelompok pengertian yang telah mencakup apa saja yang dapat
dikatakan tentang sesuatu.Usaha untuk memperoleh pengertian umum (universal )
didominasi oleh filsuf-filsuf Skolastik, di antaranya Johanes Scortus
Eriuygena, Thomas Aquinas, Boethius, Anselmus,Petrus Abaelardus, Albertus
Agung, dan William dari Ockham.Johanes Scotus Eriugana sebagai tokoh awal
Skolastik yang hidup pada tahun 810 – 870telah berupaya memikirkan pengertian
umum (universal). Pemikirannya bersifat metafisis.Pangkat pemikiran metafisis
Johanes adalah demikian : Makin umum sifat sesuatu, makinnyatalah sesuatu itu.
Yang paling bersifat umum itulah yang paling nyata. Oleh karena itu zat yang
sifatnya paling umum tentu memiliki realitas yang paling tinggi. Zat yang
demikian itu adalah alam semesta.
Alam
adalah keseluruhan realitas. Oleh karena itu hakikat alam adalahsatu, Esa.
Tetapi di dalam alam yang Esa itu dibedakan 4 bentuk, yaitu :
a)Alam
yang menciptakan, tetapi yang sendiri tidak diciptakan. Alam yang Esa
sertasempurna ini adalah Allah, satu-satunya realitas, yang adalah hakikat
segala sesuatu, yang jauh melebihi segala penentuan, bahkan yang mengatasi
segala “yang ada”. Segalasebutan Allah hanya mempunyai arti simbolis, juga
Trinitas. Menurut Johanes segala nama Allah termasuk teologia yang bersifat
meneguhkan, demi kebenarannya harussegera disusul oleh teologi yang bersifat
menyangkal, yaitu bahwa manusia hanya dapat menyebutkan “Allah itu bukan apa”
(bukan ini, bukan itu). Hal ini disebabkan karena Allah adalah trasenden,
sedemikian rupa,hingga hakikatNya tidak dapat dikenal. BahkanIa sendiri tidak
tahu apakah Dia itu, sebab Ia bukanlah sesuatu. Dengan demikian
makasatu-satunya realitas yang ada tidak dapat dikenal dengan akal. Jadi segala
pengetahuanmanusia tentang realitas yang satu itu tentu berdasarkan wahyu.
Allah yang tidak dapatdikenal itu memperkenalkan diri dengan wahyu, dengan apa
yang keluar daripadaNya, adalah hakikatNya, penampakanNya, teofaniNya. Dalam
menampakkan diri ini Ia menciptakan diri. Dengan penciptaan, Allah menjadi
segala sesuatu, sehingga segalasesuatu “yang ada” berasa karena mendapat bagian
dari Allah. b)Alam yang menciptakan, tetapi yang sendiri diciptakan. Ini adalah
teofani pertama,yang dunia idea, yang adalah pola dasar segala sesuatu.
Kesatuan segala ide Johanesdisebut Logos. Segala sesuatu berasa di dalam Logos
secara rohani. Selain dari itu didalam Logos “berada” dan ‘berpikir” adalah
satu. Berpikir identik dengan berada.Karena Logos memikirkan idea, maka idea
berada.c)Alam yang diciptakan, tetapi yang sendiri tidak menciptakan tekanan.
Ini adalahteofani kedua. Yaitu perealisasian segala sesuatu di dalam dunia yang
tampak ini. Jagatraya keluar daripada kesalaman diri Allah sendiri. Penciptaan
ini terjadi karena RohKudus, yaitu kasih Allah. Roh Kuduslah yang menjadikan
segala ide turun dari dunia ideke dalam dunia gejala, menjadi dunia yanga
tampak ini. Seluruh ini jagat raya adalah bentuk-bentuk penampakan segala ide,
oleh karenanya mewujudkan simbol-simbol atautanda-tanda.d)Alam yang tidak
menciptakan dan tidak diciptakan. Inilah Allah sebagai bentuk alamyang keempat.
Allah dipandang sebagai tujuan terakhir segala sesuatu, pengalirankembali
(remanasi) yang mengikuti pengaliran keluar (emanasi). Segala sesuatu berusaha
menuju kembali kepada Allah. Jjika tujuan ini tercapai, sejarah kosmos
telahmencapai tujuannya. Jagat raya yang tampak ini akan dihapus tenggelam ke
dalam pola- pola dasarnya, ke dalam idea.Pemikiran kefilsafatan terus
berkembang, demikian pengertian tentang keumuman (universalia). Pada abad ke –
11 timbul pertentangan di kalangan filsuf mengenaiuniversalia. Pada abad ke –
11 pertentangan menjadi tujuan karena adanya sesuatu bagiantulisan Beothius
yang mempersoalkan, apakah pengertian-pengertian umum itu benar-benar ada
kenyataannya, baik di dalam ataupun di luar benda yang disebutnya, atau apakah
pengertian-pengertian umum itu hanya hasil pemikiran manusia saja. Segala
pemecahan yangdikemukakan pada abad pertengahan mengandaikan adanya realitas
obyektif di luar manusiaserta adanya perbedaan yang hakiki antara pengetahuan
inderawi dan pengetahuan akal.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahawa Ide merupakan sesuatu
yang sangat penting dalam proses kehidupan manusia. Ide yang cemerlang selalu
dibutuhkan saat kita sedang mencari solusi dalam memecahkan masalah. Apapun
jenis kegiatan, pekerjaan, usaha manusia untuk kelangsungan hidupnya tidak
pernah terlepas dengan istilah Ide. Untuk mengembangkan ide
yang kita punya kita harus meningkatkan kreatifitas dalam diri kita. Dan untuk memcapai
kesejahteraan yang sempurna perlu dengan ide
dimana ide adalah sesuatu yang objektif yang mana ide-ide tersebut tidak
diciptakan oleh pemikiran kita melainkan pemikiran kitalah yang tergantung pada
ide-ide karena ide-ide itu berdiri sendiri dan terlepas dari subjek. Tanpa
dengan ide segala sesuatu akan sulit untuk menempuh jalan kebenaran karena
kecerdasan itu timbul dari kecerdasan cara kita berfikir.
Sedangkan Universalitas
yaitu mencakup kepada seluruh aspek dalam kehidupan
B.
Saran
Jika dilihat dari peranan filsafat dan manfaat dari filsafat itu
sndiri, ada baikanya kita mempelajari dan lebih memahami serta mendalami kajian
dari ilmu filsafat.
Daftar
Pustaka
Jujun S Suriasumantri.1993.Filsafat ilmu Sebuah Pengantar
Populer. Jakarta : Pustaka
sinar
Harapan Ahmad Tafsir.1992.Filsafat Umum. Bandung. Remaja Rosdakarya
Mmhh mayan jga form nya wid
BalasHapus