Jumat, 06 Oktober 2017

FILSAFAT ILMU : IDE DAN UNIVERSALITAS




MAKALAH

Filsafat Ilmu Ide dan Universalitas
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Ilmu filsafat

Dosen Pengampu: Drs. Omon Abdurakhman, M.Pd.i











Disusun oleh             : KELOMPOK 4
-         Wida Damayanti
-         Widi Arianti
-         Widiya Septriyani     





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS DJUANDA
2017
 







BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Gagasan atau ide adalah istilah yang dipakai baik secara populer maupun dalam bidang filsafat dengan pengertian umum "citra mental" atau "pengertian". Terutama Plato adalah eksponen pemikiran seperti ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ide/gagasan adalah rancangan yang tersusun di pikiran. Sedangkan idealisme adalah sebuah istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18. Ia  menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya memperlawankan dengan materialisme Epikuros. Istilah Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang mental dan ideasional sebagai kunci ke hakikat realitas. Dari abad 17 sampai permulaan abad 20 istilah ini banyak dipakai dalam pengklarifikasian filsafat.
Secara gampang, Universal artinya umum. Sebagai contoh, konsep kemanusiaan adalah konsep yang dipercaya berlaku universal, sebab konsep ini dipercaya dimiliki oleh setiap manusia tanpa membedakan apakah manusia tersebut berkulit hitam, berkulit putih, baragama Islam atau beragama Kristen, apakah ia orang Tionghoa atau orang Amerika. Lawan kata dari universal bisa khusus, bisa pula diskriminatif, dan sebagainya, tergantung pada konteks kalimat yang memuat kata universal.
Universalitas menurut bahasa berasal dari bahasa inggris universal ,yang berarti: Semesta dunia, Universally ,yaitu: Disukai di seluruh dunia atau Universe, berarti Seluruh bidang. Dalam kamus Al-Munjid As-syamlah adalah: Sesuatu yang luas.

B.     Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari ilmu filsafat ide dan universalitas kita dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai filsafat itu sendiri dan pemahaman yang lebih mendalam tentang ide cara mengembangkan ide dan berfikir secar universalitas.

C.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan ide dan idealisme?
2.      Bagaimana cara mengembangkan ide?
3.      Siapa saja tokoh-tokoh filsafat yang menjelaskan idealisme ?
4.      Apa yang dimaksud dengan universalitas?
5.      Bagaimana konsepsi universalitas?
6.      Bagaimana pola fikir universalitas?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ide dan Idealisme
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ide adalah rancangan yang tersusun di pikiran. Artinya sama dengan gagasan atau cita-cita. Ide dalam kajian Filsafat Yunani maupun Filsafat Islam menyangkut suatu gambaran imajinal utuh yang melintas cepat. Misalnya ide tentang sendok, muncul dalam bentuk sendok yang utuh di pikiran. Selama ide belum dituangkan menjadi suatu konsep dengan tulisan maupun gambar yang nyata, maka ide masih berada di dalam pikiran.
Ide yang sudah dinyatakan menjadi suatu perbuatan adalah karya cipta. Untuk mengubah ide menjadi karya cipta dilakukan serangkaian proses berpikir yang logis dan seringkali realisasinya memerlukan usaha yang terus menerus sehingga antara ide awal yang muncul di pikiran dan karya cipta satu sama lain saling bersesuaian sebagai kenyataan.
Ide merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses kehidupan manusia. Ide yang cemerlang selalu dibutuhkan saat kita sedang mencari solusi dalam memecahkan masalah. Apapun jenis kegiatan, pekerjaan, usaha manusia untuk kelangsungan hidupnya tidak pernah terlepas dengan istilah Ide. Saat seseorang dipecat dari pekerjaannya maka dia akan kehilangan penghasilan finansial (nafkah), sehingga dia akan akan dipaksa untuk berfikir secara maksimal untuk menemukan Ide baru agar ia mendapatkan pekerjaan pengganti -untuk mencukupi kebutuhan hidup- atau menemukan usaha baru yang dapat menghasilkan uang.Memang saat kehilangan pekerjaan akan membuat diri Anda tertekan, sangat cemas, kalut dan bingung. Keadaan ini membuat Anda tidak tahu jalan keluarnya. Kondisi ini memaksa Anda agar segera mulai membuat perubahan yang positif yaitu menemukan IDE cemerlang. Tentu saja dengan menjaga dan memotivasi diri sendiri untuk dapat mengatasi masalah finansial Anda. Sudah banyak kasus orang yang mencapai sukses setelah ia dipecat dari pekerjaannya. Beberapa orang justru menjadi pengusaha sukses manakala mereka kehilangan pekerjaan. Mengapa demikian? Karena saat mereka jatuh mereka tidak lemah dan larut, tetapi sebaliknya mereka telah mempunyai Ide baru, semangat baru dan kerja keras yang tak lekang oleh waktu maupun keadaan .
Ide selalu diperlukan untuk meningkatkan kemajuan perusahaan. Tanpa Ide baru maka perusahaan tersebut akan bangkrut karena tertinggal jauh dari saingannya. Oleh karena itu dalam sebuah perusahaan selain di butuhkan kerjasama Team yang hebat, pasti juga selalu berusaha mencari orang-orang berbakat dan penuh Ide kreatif.
Ide yang sudah dinyatakan menjadi suatu perbuatan adalah karya cipta. Untuk mengubah ide menjadi karya cipta dilakukan serangkaian proses berpikir yang logis dan seringkali realisasinya memerlukan usaha yang terus menerus sehingga antara ide awal yang muncul di pikiran dan karya cipta satu sama lain saling bersesuaian sebagai kenyataan. Alam Pikiran Yunani menjangkau pengertian Ide Ideal atau Ide Sempurna. Dari pemikiran tentang yang sempurna itu lahirlah gagasan-gagaan tentang ketuhanan sebagai Ide Ideal Tertinggi yang dapat dipikirkan dan dirasakan oleh manusia keberadaannya yaitu tentang Pencipta Makhluk atau Tuhan.
Tokoh utama dari Alam Pikiran Yunani yang membahas tentang ide dan pikiran sebagai kajian filsafat adalah Plato.
            Sedangkan Idealisme adalah sebuah istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18. Ia  menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya memperlawankan dengan materialisme Epikuros. Istilah Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang yang mental dan ideasional sebagai kunci ke hakikat realitas. Dari abad 17 sampai permulaan abad 20 istilah ini banyak dipakai dalam pengklarifikasian filsafat.
Secara epistemologi Idealisme berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala psikis, roh, budi, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi.
 Idealisme atau serba-cita adalah sering disebut orang sebagai serba-cita subyektif (idealisme subyektif) atau subyektivisme. Paham ini harus dibedakan dari serba-cita objektif atau metafisik, yang merupakan teori metafisika. Teori tersebut beranggapan, sekalipun alam obyektif itu nyata dan tidak bergantung pada budi yang menanggapinya (persepsi) namun pada hakikatnya ia adalah psikis mental, rohaniah atau spiritual.

B.     Cara Mengembangkan Ide
            Dalam mengembangkan ide yang kita punya kita harus meningkatkan kreatifitas dalam diri kita. Ada 4 tahapan dalam proses kreatif, para ahli sependapat bahwa mengenai sifat umum dan hubungan di antara tahapan – tahapan ini, meskipun mereka menyebutkan dengan sebutan yang berbeda – beda. Mereka juga sependapat bahwa tahapan – tahapan ini tidak selalu menjadi dengan tata urutan yang sama untuk tahap aktifitas kreatif.Berikut disajikan uraian tahapan – tahapan tersebut:
1)      Latar belakang atau akumulasi pengetahuan.
Kreasi yang berhasil biasanya didahului dengan penelitian dan pengumpulan informasi yang meliputi membaca, percakapan dengan orang lain yang bekerja dalam bidangnya, mengikuti pertemuan profesional dan lokakarya. Kadang – kadang masih ditambahi denga penelitian atas bidang  pengetahuan baik yang berhubungan ataupun yang tidak berhubungan dengan informasi yang di perlukan. Eksplorasi ini memberikan perspektif pada persoalan yang di cari pemecahnnya, dan mempunyai arti tertentu bagi wirausahawan yang memerlukan pemahaman dasar atas semua aspek pengembangan suatu produk baru.
Beberapa cara untuk mengembangkan daya pikir kreatif adalah sebagai berikut:
Ø  Membaca informasi tentang berbagai hal.
Ø  Menjadi anggota perhimpunan profesional.
Ø  Mengikuti rapat dan seminar profesional.
Ø  Membicarakan subjek yang diminati dengan setiap orang.
Ø  Mengamati majalah, syrat kabar, jurnal untuk mencari artikel yang berhubungan dengan subjek yang di minati.
Ø  Mencatat setiap informasi yang berguna.
Ø  Menaruh perhatian pada setiap sesuatu.


2)      Proses inkubasi.
Alam bawah sadar orang kreatif memungkinkan mereka untuk dapat merinci dengan seksama informasi yang mereka dapatkan selama tahap persiapan. Proses inkubasi ini sering terjadi pada saat mereka terlibat dalam aktifitas yang tidak sepenuhnya berhubungan dengan subjek atau pokok permasalahan. Menjauhkan diri dari suatu permasalahan dan membiarkan pikiran bawah sadar menyelesaikannya memberikan kesempatan kepada kreatifitas untuk berkembang langkah – langkah yang penting dalam hal ini meliputi:
Ø  Melakukan aktifitas yang tidak memerlukan energi pikir, misalnya membersihkan halaman rumah, memotong rumput atau mengecat rumah.
Ø   Melakukan latihan secara rutin.
Ø  Bermain, misalnya olahraga, mengerjakan teka teki dan sebagainya.
3)      Pengalaman ide.
Tahap proses kreatif ini seringkali di anggap sebagai tahap paling menyenangkan, karena merupakan saat ditemukannya solusi atau ide yang di cari oleh seseorang. Seperti halnya pada tahap inkubasi, ide baru dan inovatif sering kali muncul pada saat seseorang sedang sibuk dengan sesuatu yang tidak berhubungan dengan masalah perusahaan, pekerjaan, dan pengawasan, misalnya sedang mandi, mengendarai mobil di jalan raya, atau sedang membuka buka halaman surat kabar. Kadang – kadang ide muncul secara tiba tiba atau tak terduga. Orang sering kali tidak menyadari saat pergeseran tahap 2 ke tahap 3 karena batas antara kedua tahap tersebut tidak mudah diidentifikasi. Ada beberapa cara dapat dilakukan untuk mempercepat terjadinya pengalaman ide:
Ø  Memikirkan impian tentang suatu rencana.
Ø  Mengembangkan hobi.
Ø  Bekerja di lingkungan yang nyaman, misalnya mengerjakan suatu pekerjaan di taman.
Ø  Mencatat setiap ide yang muncul.
Ø   Mengatur waktu istirahat ketika melakukan pekerjaan.
Ø  Evaluasi dan implementasi

4)      Tahap keempat ini merupakan langkah yang paling sukar dibandingkan dengan ketiga tahap sebelumnya karena langkah – langkah dalam tahap ini memerlukan upaya kreatif dan semangat yang tinggi, disiplin diri dan ketabahan. Wirausahawan yang sukses dapat dikenali melalui ide idenya yang nyata dan kecakapan yang dapat diimplementasikan lebih dari itu mereka tidak menyerah ketika menghadapi kendala yang bersifat sementara. Mereka sering menemui kegagalan sebelum berhasil mengembangkan ide terbesar mereka. Dalam kondisi apapun wirausahawan akan menerapkan ide yang berbeda atau mencari ide yang baru lebih aplikatif sementara memperjuangkan implementasi ide murni dalam pikirannya. Bagian penting lainnya dalam tahap ini adalah mengerjakan kembali ide – ide untuk mencapai bentuk akhir. Karena sering kali suatu ide yang muncul dari tahap 3 dalam bentuk kasar perlu di modifikasi atau di uji agar tercapai bentuk akhir. Berikut diberikan saran yang dapat di gunakan untuk melaksanakan tahap ini:
Ø  Meningkatkan energi dengan latihan sesuai dengan melakukan diet dan istirahat yang memadai.
Ø  Mempelajari proses perencanaan bisnis dan semua aspeknya.
Ø  Berbagi ide dengan orang yang berpengatahuan.
Ø  Memperhatikan intuisi dan perasaan.
Ø  Mempelajari proses penjualan.
Ø  Mempelajari proses penjualan.
Ø  Mempelajari kebijaksanaan dan praktek organisasi
Ø  Mencari saran dam masukan yang positif dari pihak lain.
Ø  Menganggap persoalan yang di hadapi dalam mengimplementasikan sikap ide sebagai tantangan.

C.     Tokoh-Tokoh Filsafat yang Menjelaskan Idealisme
1.      J.G. FICHTE
      JOHAN GOTTLIEB FICHTE(1762-1814) kerap kali menunjukan filsafatnya sebagai “Wissenschaftslehre”. Yang dimaksudkannya dengan nama ini ialah suatu refleksi tentang pengtahuan.  Fichte sepekat dengan Kant bahwa semua ilmu membahas salah satu obyek tertentu, sedangkan filsafat bertugas memandang pengetahuan sendiri. Oleh karenanya filsafat merukan ilmu yang mendasari ilmu-ilmu lain dan akibatnya dinamai sebagai “Wissenschaftslehre” yang sebetulnya berarti “ajaran tentang ilmu pengetahuan”.[8]
            Menurut pendapat Fichte, filsafat harus berpakal bukan dari suatu substansi melainkan dari suatu perbuatan (Tathandlung), yaitu Aku Absolut mengiakan dirinya sendiri dan denga itu megadakan dirinya sendiri. Dengan lain perkataan, realitas seluruhnya harus dianggap menciptakan diriny sendiri (“self- creating”). Dengan cara inilah Fichte bermaksud juga memperdamaikan pertentangan antara rasio teoritis rasio praktis yang terdapat dalam fisafat Kant. Rasio teoritis tidak dapat ditempatkan pada awal mula, tetapi didahului dan dirangkum oleh suatu perbuatan. Oleh karena itu memang pada tempatnyalah jika filsafat Fichte disebut idealisme praktis.
   Menurut Fichte dualitas yang terdiri dari aku terhingga dan non- aku diperdamaikan lagi dalam praksis moral. Dan sebetulnya dualitas itu sama sekali perlu supaya praksis moral dapat dijalankan. Aku Absolut mengadakan non- aku untuk menciptakan bahan bagi aktivitas moral. Moralitas termasuk inti sari pemikiran Fichte. [9]
Berkenaan denga Fichte tentu tidak boleh dilupakan “Atheismusstreit” (pertikaian tentang ateisme) yang timbul dalam kalangan- kalangan intelektual di Jerman pada akhir abad 18. Alasannya ialah anggapan Fichte yang radikal tentang Allah. Fichte mengemukakan suatu pengertian etis tentang Allah. Menurut dia agama sama dengan pengakuan adanya. Cara Fichte menguraikan pendapatnya member kesan seakan-akan ia tidak menerima Allah bersifat personal. Akhirnya pada tahun 1779 ia harus meletakkan jabatannya sebagai professor di kota Jena.




2.       F.W.J. SCHELLING
            FRIEDERICH WILHELM JOSEPH SCHELLING (1775-1854)  sudah  mencapai kematangan sebagai fisuf pada waktu ia masih berumur sangat muda. Pada tahun 1798, usianya baru 23 tahun, ia menjadi professor di universitas di Jena. Sampai akhir hidup pemikira Schelling selalu berkembang, biarpun dalam perkembangan pasti ada juga kontinuitas. Para sejarawan filsafat membedakan beberapa periode dan perkembangan pemikiran Schelling. Dalam periode terakhir Schelling terutama mencurahkan perhatian filosofisnya pada agama dan mistik. Disini kita membatasi diri pada periode yang biasa disebut “filsafat identitas”, karena taraf pemikiran inilah dapat dianggap sebagai gelang rantai yang menghubungkan filsafat Fichte dengan filsafat Hegel.[10]
         Sudah kita lihat bahwa pada Fichte alam (non-aku) adalah buah hasil Roh (Aku Absolut). Menurut Schelling, Roh tidak mempunyai prioritas terhadap Roh. Dua- duanya berasal dari sumber sama sekali netral, yang oleh Schelling dinamai sebagai Identitas Absolut atau Indiferensi Absolut. Jadi, sumber ini tidak boleh dianggap subyektif atau obyektif, material, atau spiritual, sebab semua perlawanan atau oposisi terdapat disini dalam bentuk kesatua yang masih belum terpisah. Dari Identitas Absolut inikeluarlah alam serta roh dan dengan itu realitas seluruhnya. Oleh karenanya pada Schelling alam tidak ditempatkan dibawah roh, tetapi alam dan roh seakan-akan membentuk dua kutub yang derajatnya sama. Roh selalu hadir dalam alam dan alam selalu hadir dalam roh. Dalam menyusun filsafat identitas ini Schelling sangat dipengaruhi oleh pemikiran Spinoza, sehingga juga gaya gaya bahasa yang dipakai dalam periode ini mirip dengan cara Spinoza menulis. [11]
3.      G.W.F. HEGEL
            Idealisme Jerman memuncak pada GEORG WILHELM FRIEDRICH  HEGEL (1770-1831). Walaupun usianya lebih tua dari Schelling, namun Hegel menyusun karya-karyanya yang terpenting setelah Schelling sudah menjadi filsuf yang tersohor. Mula-mula ia dianggap  sebagai murid Schelling, tetapi lama-kelamaan ia mencapai pendirian yang dengan jelas bersimpang jalan dengan filsafat Schelling. Sejak ia mengajar di universitas Berlin (tahun 1818), ia mengalami kepopuleran Schelling.
4.       A. Schopenhauer
Seorang filsuf Jerman lain mempunyai hubungn erat dengan idealisme Jerman, biarpun ia sendiri tidak mau digolongkan digolongkan didalamnya. Namanya adalah ARTHUR SCHOPENHAUER. Ia menganggap diri sebagai murid Kant, tetapi ia mengemukakan juga kritik yang sudah terdapat pada para idealis, terutama dengan menolak adanya “das Ding-ansich”. Oleh karenanya ia berpendapat juga b ahwa realitas seluruhnya bersifat subyektif. Tetapi ia tidak menyetujui bahwa idealisme menyetarafkan realitas seluruhnya denga roh atau rasio. Schopenhauer berpendapat bahwa realitas menurut hakikatnya yang terdalam adalah kehendak. Dalam diri manusia “kehendak metafisis”itu menjadi taraf kesadaran. Tetapi pada manusia menjadi nyata juga bahwa kehendak itu tidak pernah dapat dipuaskan. Bertentangan dengan Fichte, Schelling,dan Hegel, Schopenhauermempunyai pandangan dunia yang betul-betu pesimististis.[14]
5.      Plato
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran Plato (348-428 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap- tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universaldari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruagan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.

D.    Pengertian Universalitas
Universalitas menurut bahasa berasal dari bahasa inggris universal ,yang berarti: Semesta dunia, Universally ,yaitu: Disukai di seluruh dunia atau Universe, berarti Seluruh bidang. Dalam kamus Al-Munjid As-syamlah adalah: Sesuatu yang luas.
Secara gampang, Universal artinya umum. Sebagai contoh, konsep kemanusiaan adalah konsep yang dipercaya berlaku universal, sebab konsep ini dipercaya dimiliki oleh setiap manusia tanpa membedakan apakah manusia tersebut berkulit hitam, berkulit putih, baragama Islam atau beragama Kristen, apakah ia orang Tionghoa atau orang Amerika. Lawan kata dari universal bisa khusus, bisa pula diskriminatif, dan sebagainya, tergantung pada konteks kalimat yang memuat kata universal.
Pengertian 'universal' dalam konsep matematika bisa lebih akurat untuk dijelaskan, walaupun lebih memerlukan ketekunan setiap orang untuk bisa memahaminya. Bahkan sebuah konsep matematika per se (itu sendiri) adalah sebuah konsep yang universal.
Salah satu cara yang termudah memahami sifat universal dari suatu konsep matematika adalah dengan melalui contoh konsep matematika yang biasanya dianggap sebagai konsep matematika yang termudah, yaitu konsep dari suatu bilangan, khususnya konsep suatu bilangan bulat yang positif, yaitu konsep bilangan asli.
Walaupun para matematikawan di seluruh dunia mendefinisikan hanya satu konsep himpunan semua bilangan-bilangan asli 1, 2, 3, ..., dan seterusnya, tetapi ajaibnya setiap manusia normal dengan pikiran yang berbeda pun ternyata bisa bersepakat (secara universal) dengan hanya satu konsep bilangan-bilangan asli tersebut. Fakta inilah yang menjadi dasar argumentasi bahwa konsep matematika adalah konsep yang bersifat universal.
Perhatikan, di dalam konsep himpunan bilangan asli, terkandung konsep urutan. Bersama-sama konsep urutan, terdefinisi pula konsep lebih besar dan lebih kecil. Sebagai akibatnya, di dalam himpunan semua bilangan asli, bilangan 1 didefinisikan sebagai bilangan yang terkecil sebab dalam konsep urutan tersebut, bilangan 1 berada pada posisi yang pertama.
Seringkali yang membedakan pemakai suatu konsep matematika dengan pemakai yang lain hanyalah pada simbol dan notasi matematika yang digunakannya.
Misalnya orang Romawi secara tertulis menggunakan simbol II untuk menyatakan bilangan yang biasa kita tulis dengan lambang 2
Secara lisan, orang Jawa mengucapkan loro untuk melambangkan bilangan yang biasa (dengan bahasa Indonesia) kita ucapkan dua.


E.     Konsepsi Universalitas
Secara epistemologis, sejak filsafat Yunani sudah diterima bahwa ide umum atau universalitas sebagai kebenaran filosofis. Universalitas merupakan zona otonom yang terpisah dari dunia fisik material, senantiasa bergerak dan bertransformasi, fakta yang diterima oleh pancaindera. Dalam paradigma ini, ide universal bersifat absolut dan niscaya serta dihadapkan secara diametral dengan semua ada yang partikular, tunggal, dan temporer yang tunduk pada hukum gerak dan perubahan, sehingga bersifat dinamis.
Para pemikir Inggris yang berorientasi empirisme menentang eksistensi konsep umum atau universalitas. John Locke menegaskan bahwa konsep universalitas bukan merupakan bagian dari eksistensi riil suatu materi, melainkan sekedar temuan dan rekayasa pengetahuan, dikerjakan oleh nalar untuk kepentingan sendiri dan berfungsi sebagai simbol semata. Dengan demikian maka, bila kita memisahkan hal-hal yang partikular, maka hal-hal universal yang tersisa merupakan rekayasa semata.
Salah satu pemikir yang melakukan penolakan radikal yaitu Hume. Menurutnya, semua ide umum adalah partikular. Ide-ide abstrak dalam eksistensinya adalah individual, meskipun bisa bertransformasi menjadi konsep umum dalam penyampaiannya. Proyeksi tertentu yang berada dalam pikiran hanya merupakan obyek partikular.
Dalam pemahaman kaum empiris Inggris, yang disebut ide universal dan universalitas hanya sebagai produk rekayasa nalar yang kemudian ditransformasikan menjadi kepercayaan umum semata. Perubahan tersebut lahir dari adat kebiasaan masyarakat tertentu yang selalu dikorelasikan seluruh peristiwa selaras hukum kausalitas (sebab-akibat) meskipun tanpa landasan yang ilmiah. Implikasi dari penegasian universalitas adalah penyingkiran semua anasir yang bersifat abstrak dan immaterial. Dalam konstruksi pengetahuan, aspek filosofis hendaknya dibersihkan dari kepercayaan dan konsep umum yang tidak mempunyai dasar ilmiah, sehingga pemikiran filosofis lebih benar dan akurat. Bagi kaum idealis Jerman, menegasikan ide umum atau universalitas bermakna menyangkal kemampuan nalar untuk menemukan dan mencapai kebenaran. Penolakan kaum empiris Inggris atas konsep universal dan universalitas bisa dipahami sebagai berikut: nalar tidak diangap sebagai kemampuan unik untuk memungkinkan manusia menundukkan, menata dan mengelola segala sesuatu di bawah otoritas rasionalnya, melainkan hanya kemampuan biasa sebagaimana halnya pancaindra.
Dogma empirisme Inggris dalam kacamata idealis Jerman merupakan ancaman bagi seluruh konstruksi filsafat. Dengan menghubungkan keberadaan konsep universal pada kekuatan adat istiadat dan beragam prinsip mekanisme psikologis untuk menerjemahkan realitas, pemikiran empiris dan semacamnya menegasikan kebenaran dan menafikkan kemampuan nalar. Manusia dan segenap kemampuannya ditundukkan pada otoritas hukum perubahan, sehingga berada di bawah ketidakpastian dan skeptisisme. Dari perubahan yang abadi mustahil lahir keniscayaan dan universalitas.
Dalam kacamata idealis Jerman, filsafat berlandas pada kemampuan unik dan ekselensi nalar. Dengan nalar, individu sanggup memilah realita empiris sekaligus menemukan prinsip universal, kausalitas, esensi substansi dari semua yang tampak dan terus berubah. Ketika disebut “manusia”, kata “manusia” mengacu pada konsep umum, realitas universal yang mensintesa semua subyek yang berada di bawah anasir dan kategori manusia, dan bukan pertama-tama pada Locke, Hume, atau Hegel. Jadi, universalitas merupakan realitas yang memungkinkan kita berbicara dan menunjuk sesuatu dalam kesamaan dan perbedaan.
Dari 2 (dua) aliran besar pemikiran yang menelaah konsep universalitas ini, Marcuse hendak memilah dan menginteretasi pemikiran Hegel mengenai absolutisme negara dan memposisikannya dalam konteks historis yang tepat. Dari pemikiran Hegel mengenai absolutisme negara tersebut, Marcuse menunjukkan bahwa konsep negara absolut merupakan problem solving yang bersifat temporer dalam tujuan untuk mewujudkan kestabilan dan keteraturan negara. Hegel bermaksud untuk mencegah kekacauan, represifitas, benturan kepentingan dengan tujuan untuk mencapai perdamaian, keadilan, solidaritas dan kesejahteraan negara Jerman pada masa itu.
Absolutisme negara dapat dimaklumi sepanjang ia berfungsi untuk mewujudkan keteraturan dan kedamaian berlandaskan hukum yang adil. Negara absolut menurut Hegel berfungsi untuk melayani individu, bukan sebaliknya. Eksistensi manusia merupakan dasar dan tujuan dari negara.
Praksis, apa yang dilakukan oleh Adolf Hitler dan para petinggi Nazi lainnya yang memanipulasi kemanusiaan dan menempatkannya dalam yurisdiksi absolutisme negara merupakan penegasian terhadap konsep negara absolut Hegel. Afirmasi terhadap partai Nazi dan seluruh tindakannya sebagai manifestasi dari konsepsi negara absolut Hegelian oleh sekelompok pemikir Hegelian Kanan merupakan indikasi kekeliruan interpretasi terhadap pemikiran dan muatan rasional kritis-revolusioner filsafat Hegel.


F.      Pola Pikir Universalitas
Pola pikir universal adalah pola pikir yang memandang segala sesuatunya dari berbagai sudut pandang dan menghilangkan perbedaan-perbedaan kecil dalam menghadapi sebuah permasalahan. Satu hal yang perlu diingat, Globalisasi mempunyai dampak “hilang”nya batas-batas Negara, (dekadensi) kultur dan (degradasi) kebudayaan. Semua akan mengerucut pada kemanunggalan umat manusia yang memiliki tempat tinggal yang sama: Bumi. Untuk itulah diperlukan penyamaan pola pikir sebelum menghadapi segala permasalahan, baik yang lokal maupun global. Karena tujuan akhir dari pola pikir universal adalah hidup berdampingan dalam kebersamaan dalam perdamaian.
Ada syarat-syarat untuk mempunyai pola pikir universal ini, diantaranya adalah:
1.      Berpikir di luar kotak (think outside the box)
Dalam menghadapi setiap permasalahan, setiap manusia selalu cenderung mengedepankan ego yang dimilikinya. Pemikiran egois inilah sebenarnya yang membuat perbedaan satu dengan yang lainnya. Ego dalam arti luas bisa dalam koridor politik, hukum, kultur dan budaya, yang bisa menimbulkan friksi-friksi dalam menyelesaikan perbedaan pandangan atau pendapat. Untuk itulah diperlukan pemikiran yang mempunyai wawasan yang luas dan dalam (universal) dan melihat sebuah permasalahan secara menyeluruh. Ibaratnya dalam menghadapi permasalahan tidak selalu berada dan larut di dalamnya. Ada kalanya perlu berada di luar ruang lingkup permasalahan dan melihat semua yang berhubungan dengan permasalahan itu dari luar.
2.      Jangan mengalah atau Mengalahkan
Pemikiran egois di atas bila dibiarkan maka akan mensikapi sebuah perbedaan sebagai sebuah pertandingan atau perlombaan yang harus dimenangkan. Bila ini dibiarkan, maka tujuan kebersamaan menuju perdamaian tidak akan pernah tercapai. Mengalah, sebagai bagian dari tradisi Timur juga akan mengakibatkan bencana di kemudian hari. Ini disebabkan karena dengan mengalah, manusia tetap menyimpan benih-benih perbedaan, yang bila ditumpuk akan menjadi sebuah bom waktu yang setiap saat akan meledak. Bukan saja menimbulkan friksi, tetapi juga akan mengakibatkan peperangan. Jalan keluarnya adalah saling introspeksi ke dalam mengenai keinginan dan kenyataan serta memadukannya dalam perbedaan-perbedaan yang ada, dalam koridor kebersamaan.
3.      Berdiskusi bukan berdebat Hal yang paling krusial dalam menyatukan pendapat adalah memberikan argumen-argumen, membuka perbedaan-perbedaan yang ada dan mempunyai target yang harus dicapai. Masa-masa ini adalah yang paling sensitif sebelum memberikan keputusan akhir, karena pada masa ini setiap insan ataupun negara mempunyai agenda yang harus diperjuangkan. Harga diri dan martabat sebagai tolok ukur seorang individu atau sebuah negara kadang menghambat penyelesaian masalah. Di masa-masa lalu, harga diri dan martabat menjadi sebuah alasan untuk menolak atau memaksakan kehendak. Tidak heran Perserikatan Bangsa-bangsa selalu kewalahan dalam menghadapi permasalahan-permasalahan, baik lokal, regional ataupun multilateral. Sering yang dipertontonkan adalah debat kusir ketimbang diskusi. Diskusi merupakan sebuah cara untuk pencapai kata sepakat, menyatukan pendapat dan menghasilkan sebuah keputusan yang bulat. Untuk mencapai ini, maka dibutuhkan pola pikir-pola pikir diatas, keberanian mengemukakan pendapat dan jiwa ksatria dalam menerima keputusan akhir Hanya ada satu hal yang bisa ditanamkan dalam pola pikir universal ini adalah keterbukaan untuk mencapai kebersamaan.
Pola pikir terbuka (open mind) berguna bukan hanya dalam prospek menyatukan pendapat, akan tetapi juga dalam menyerap segala informasi untuk disatukan dalam wawasan pemikiran sebagai modal awal pola pikir universal.
Dalam pemikiran filsafat pun dapat mencapai kebenaran universal, yaitu kebenaran yang bersifat umum tidak dibatasi ruang dan waktu. Maksudnya ialah berlaku semua ruang dan setiap waktu. Dengan demikian kebenaran yang dicapai filsafat berlaku kapan dan dimana saja.Dalam sejarah kefilsafatan telah tampak jelas adanya usaha sungguh-sungguh dari para filsuf untuk mencari pengertian umum. Sokrates telah berusaha keras untuk membuka selubung peraturan dan hukum-hukum yang semua dengan cara mengajak orang melacak sumber-sumber hukum sejati, hingga dengan demikian dapat dicapai pengertian yang hakiki.Adapun cara yang dilakukan Sokrates ialah dengan dialektika. Dengan cara bekerja yang demikian itu Sokrates menemukan suatu cara bekerja yangdisebut induksi, yaitu : menyimpulkan pengetahuan yang sifatnya umum dengan berpangkaldari banyak pengetahuan tentang hal yang khusus. Umpamanya banyak orang yangmenganggap keahliannya (sebagai tukang besi, tukang sepatu, dan lain lain) sebagaikeutamaannya. Seorang tukang besi berpendapat, bahwa keutamaannya ialah jika iamembuat alat-alat dari besia yang baik. Seorang tukang sepatu menganggap sebagaikeutamaannya, jika ia membuat sepatu yang baik. Demikian seterusnya. Untuk mengetahuiapakah “keutamaan” pada umumnya, semua sifat khusus keutamaan-keutamaan yang bermacam-macam itu harus disingkirkan. Tinggallah keutamaan yang sifatnya umum.Demikianlah dengan induksi itu sekaligus apa yang disebut definisi umum. Definisi umumini pada waktu itu belum dikenal. Sokrates yang menemukannya, yang ternyata penting sekaliartinya bagi ilmu pengetahuan.Bagi Sokrates definisi umum bukan pertama-tama diperlukan bagi keperluan ilmu pengetahuan, melainkan bagi etika. Yang diperlukan adalah pengertian-pengertian etis,seperti umpamanya : keadilan, kebenaran, persahabatan dan lain-lainnya.Dalam upaya mencari pengertian universal telah dilakukan pula oleh Aristotelesdengan menggunakan logika.
Logika merupakan ajaran mengenai berpikir yang benar dan ilmiah. Logika membahas tentang bentuk-bentuk pikiran yang meliputi penalaran, pengertiandan pertimbangan mengenai kaidah yang menguasai pemikiran. Menurut Aristoteles, tiap pengertian berpautan dengan benda tertentu, karena pengertian dapat dihubungkan yang satu dengan yang lain menurut tertibnya dan dapatdisusun menurut sifat-sifatnya yang umum. Umpamanya : secara kongkret ada anjingku,anjingmu, anjingnya dan lain-lain, yang semuanya itu dapat digolongkan kepada pengertian-pengertian “anjing” yang lebih umum, umpamanya : anjing kampung. Di samping anjing kampung ada anjing herder, anjing kikik, dan lain-lain, yang semuanya dapat digolongkan kepada pengertian yang lebih umum, yaitu “anjing”. Anjing adalah binatang yang menyusui disamping binatang-binatang menyusui lainnya, sehingga dapat digolongkan kepada pengertian “binatang menyusui”. Binatang menyusui adalah binatang di samping binatang- binatang yang lain, sehingga anjing dapat digolongkan kepada pengertian yang lebih umum,yaitu “binatang”. Demikian seterusnya, dari binatang naik ke makhluk hidup, kemakhluk hidup umumnya, dan seterusnya. Penggolongan menurut sifatnya yang umum ini yang tidak dapat diturunkan dari yang lebih tinggi, sampai kepada kelompok pengertian yang telah mencakup apa saja yang dapat dikatakan tentang sesuatu.Usaha untuk memperoleh pengertian umum (universal ) didominasi oleh filsuf-filsuf Skolastik, di antaranya Johanes Scortus Eriuygena, Thomas Aquinas, Boethius, Anselmus,Petrus Abaelardus, Albertus Agung, dan William dari Ockham.Johanes Scotus Eriugana sebagai tokoh awal Skolastik yang hidup pada tahun 810 – 870telah berupaya memikirkan pengertian umum (universal). Pemikirannya bersifat metafisis.Pangkat pemikiran metafisis Johanes adalah demikian : Makin umum sifat sesuatu, makinnyatalah sesuatu itu. Yang paling bersifat umum itulah yang paling nyata. Oleh karena itu zat yang sifatnya paling umum tentu memiliki realitas yang paling tinggi. Zat yang demikian itu adalah alam semesta.
Alam adalah keseluruhan realitas. Oleh karena itu hakikat alam adalahsatu, Esa. Tetapi di dalam alam yang Esa itu dibedakan 4 bentuk, yaitu :
a)Alam yang menciptakan, tetapi yang sendiri tidak diciptakan. Alam yang Esa sertasempurna ini adalah Allah, satu-satunya realitas, yang adalah hakikat segala sesuatu, yang jauh melebihi segala penentuan, bahkan yang mengatasi segala “yang ada”. Segalasebutan Allah hanya mempunyai arti simbolis, juga Trinitas. Menurut Johanes segala nama Allah termasuk teologia yang bersifat meneguhkan, demi kebenarannya harussegera disusul oleh teologi yang bersifat menyangkal, yaitu bahwa manusia hanya dapat menyebutkan “Allah itu bukan apa” (bukan ini, bukan itu). Hal ini disebabkan karena Allah adalah trasenden, sedemikian rupa,hingga hakikatNya tidak dapat dikenal. BahkanIa sendiri tidak tahu apakah Dia itu, sebab Ia bukanlah sesuatu. Dengan demikian makasatu-satunya realitas yang ada tidak dapat dikenal dengan akal. Jadi segala pengetahuanmanusia tentang realitas yang satu itu tentu berdasarkan wahyu. Allah yang tidak dapatdikenal itu memperkenalkan diri dengan wahyu, dengan apa yang keluar daripadaNya, adalah hakikatNya, penampakanNya, teofaniNya. Dalam menampakkan diri ini Ia menciptakan diri. Dengan penciptaan, Allah menjadi segala sesuatu, sehingga segalasesuatu “yang ada” berasa karena mendapat bagian dari Allah. b)Alam yang menciptakan, tetapi yang sendiri diciptakan. Ini adalah teofani pertama,yang dunia idea, yang adalah pola dasar segala sesuatu. Kesatuan segala ide Johanesdisebut Logos. Segala sesuatu berasa di dalam Logos secara rohani. Selain dari itu didalam Logos “berada” dan ‘berpikir” adalah satu. Berpikir identik dengan berada.Karena Logos memikirkan idea, maka idea berada.c)Alam yang diciptakan, tetapi yang sendiri tidak menciptakan tekanan. Ini adalahteofani kedua. Yaitu perealisasian segala sesuatu di dalam dunia yang tampak ini. Jagatraya keluar daripada kesalaman diri Allah sendiri. Penciptaan ini terjadi karena RohKudus, yaitu kasih Allah. Roh Kuduslah yang menjadikan segala ide turun dari dunia ideke dalam dunia gejala, menjadi dunia yanga tampak ini. Seluruh ini jagat raya adalah bentuk-bentuk penampakan segala ide, oleh karenanya mewujudkan simbol-simbol atautanda-tanda.d)Alam yang tidak menciptakan dan tidak diciptakan. Inilah Allah sebagai bentuk alamyang keempat. Allah dipandang sebagai tujuan terakhir segala sesuatu, pengalirankembali (remanasi) yang mengikuti pengaliran keluar (emanasi). Segala sesuatu berusaha menuju kembali kepada Allah. Jjika tujuan ini tercapai, sejarah kosmos telahmencapai tujuannya. Jagat raya yang tampak ini akan dihapus tenggelam ke dalam pola- pola dasarnya, ke dalam idea.Pemikiran kefilsafatan terus berkembang, demikian pengertian tentang keumuman (universalia). Pada abad ke – 11 timbul pertentangan di kalangan filsuf mengenaiuniversalia. Pada abad ke – 11 pertentangan menjadi tujuan karena adanya sesuatu bagiantulisan Beothius yang mempersoalkan, apakah pengertian-pengertian umum itu benar-benar ada kenyataannya, baik di dalam ataupun di luar benda yang disebutnya, atau apakah pengertian-pengertian umum itu hanya hasil pemikiran manusia saja. Segala pemecahan yangdikemukakan pada abad pertengahan mengandaikan adanya realitas obyektif di luar manusiaserta adanya perbedaan yang hakiki antara pengetahuan inderawi dan pengetahuan akal.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahawa Ide merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses kehidupan manusia. Ide yang cemerlang selalu dibutuhkan saat kita sedang mencari solusi dalam memecahkan masalah. Apapun jenis kegiatan, pekerjaan, usaha manusia untuk kelangsungan hidupnya tidak pernah terlepas dengan istilah Ide. Untuk mengembangkan ide yang kita punya kita harus meningkatkan kreatifitas dalam diri kita. Dan untuk memcapai kesejahteraan yang sempurna perlu dengan ide  dimana ide adalah sesuatu yang objektif yang mana ide-ide tersebut tidak diciptakan oleh pemikiran kita melainkan pemikiran kitalah yang tergantung pada ide-ide karena ide-ide itu berdiri sendiri dan terlepas dari subjek. Tanpa dengan ide segala sesuatu akan sulit untuk menempuh jalan kebenaran karena kecerdasan itu timbul dari kecerdasan cara kita berfikir.
Sedangkan Universalitas yaitu mencakup kepada seluruh aspek dalam kehidupan



B.     Saran

Jika dilihat dari peranan filsafat dan manfaat dari filsafat itu sndiri, ada baikanya kita mempelajari dan lebih memahami serta mendalami kajian dari ilmu filsafat.






                                              Daftar Pustaka  

Jujun S Suriasumantri.1993.Filsafat ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka sinar
Harapan Ahmad Tafsir.1992.Filsafat Umum. Bandung. Remaja Rosdakarya















1 komentar:

APA YANG HARUS DILAKUKAN UNTUK MENGAMANKAN JARINGAN KOMPUTER ?

 Hallo blogger 🙋  Akhirnya aku bisa posting artikel lagi nih. Hihi Nah di artikel kali ini saya akan membahas sedikit mengenai "Sepe...